Bisakah Tes Ludah Sederhana Memprediksi Gagal Jantung?

9

Gagal jantung, yang sering disalahartikan sebagai jantung lemah, sebenarnya adalah kondisi serius dimana jantung kesulitan memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan jaringan akibat kekurangan oksigen dan penumpukan limbah, yang pada akhirnya mengancam nyawa. Meskipun pengobatan dapat mengatasi gejala dan bahkan memungkinkan remisi, diagnosis dini sangat penting untuk hasil yang lebih baik.

Sayangnya, mendeteksi gagal jantung pada tahap awal seringkali sulit dilakukan. Gejalanya cenderung tidak kentara dan mudah disalahartikan sebagai penyakit umum lainnya, sehingga menyebabkan keterlambatan diagnosis ketika kondisinya sudah berkembang. Metode skrining yang ada bersifat invasif, mahal, dan tidak dapat diakses oleh banyak orang, sehingga semakin menghambat upaya deteksi dini.

Kini, para peneliti yakin tes air liur sederhana dapat mengubah keadaan ini. Fokus mereka adalah pada protein yang disebut S100A7, yang kadarnya meningkat secara signifikan pada individu yang mengalami gagal jantung akut – hampir dua kali lipat dibandingkan pada orang sehat.

Terobosan ini terletak pada tes messenger RNA (mRNA) baru yang mampu mendeteksi peningkatan kadar S100A7 dalam sampel air liur. Dalam uji coba awal yang melibatkan 30 pasien gagal jantung dan enam sukarelawan sehat, tes air liur ini terbukti sangat akurat. Tes ini berhasil mencocokkan tes tingkat protein medis standar sekitar 81% dan bahkan mengungguli tes tradisional ketika membandingkan tingkat S100A7 antara pasien gagal jantung dan individu sehat (akurasi 82% berbanding 52%).

Meskipun hasil awal ini menjanjikan, penelitian lebih lanjut dengan populasi yang jauh lebih besar sangat penting sebelum tes air liur ini tersedia secara luas. Jika berhasil, hal ini dapat merevolusi skrining gagal jantung dengan menawarkan cara yang sederhana, terjangkau, dan non-invasif untuk mendeteksi kondisi tersebut lebih dini, sehingga berpotensi menyelamatkan banyak nyawa dan meningkatkan hasil pengobatan pasien.

“Pekerjaan ini berkontribusi pada pengembangan layanan kesehatan yang dipersonalisasi dengan membantu orang mendeteksi tanda dan gejala sebelum timbulnya suatu kondisi dan memantau perkembangannya dengan mudah,” kata mahasiswa pascasarjana biologi sintetik Roxane Mutschler dari Queensland University of Technology di Australia.