Perundingan iklim global berakhir di Brazil akhir pekan ini dengan resolusi akhir yang banyak dikritik karena terlalu lemah untuk mengatasi percepatan perubahan iklim. Dampak dari hal ini mencerminkan perpecahan yang mendalam di antara negara-negara, khususnya mengenai penghapusan bahan bakar fosil – yang merupakan penyebab utama kenaikan suhu global.
Hasil Utama: Peringatan Atas Tindakan
Pernyataan terakhir yang dikeluarkan pada KTT COP30 berisi peringatan mengerikan tentang meningkatnya bahaya jika tidak ada tindakan, termasuk gelombang panas yang lebih sering dan hebat, kekeringan, banjir, dan kebakaran hutan. Namun, perjanjian ini gagal memasukkan komitmen langsung untuk mengurangi atau menghilangkan produksi minyak, gas, dan batu bara. Hasil ini merupakan kemenangan bagi negara-negara penghasil minyak seperti Arab Saudi dan Rusia, yang secara aktif menolak pernyataan yang menargetkan ekspor inti mereka.
Kesenjangan: Sejarah vs. Tanggung Jawab Saat Ini
Pembicaraan tersebut terpecah karena ketidaksepakatan mengenai akuntabilitas historis emisi gas rumah kaca. Banyak negara di Afrika dan Asia berpendapat bahwa negara-negara Barat, yang merupakan negara-negara industri pertama dan menghasilkan emisi terbesar dari waktu ke waktu, memikul tanggung jawab keuangan yang unik untuk mengatasi perubahan iklim. Perdebatan ini menghambat kemajuan dalam mekanisme pendanaan dan solusi yang adil. Meskipun sekitar 80 negara mendukung rencana konkrit untuk beralih dari bahan bakar fosil, koalisi ini kurang melibatkan negara-negara besar di luar Eropa.
Artinya: Kegagalan Kritis dalam Kepemimpinan
Kurangnya komitmen tegas pada COP30 menggarisbawahi kegagalan kritis kepemimpinan global. Tanpa tindakan agresif untuk beralih dari bahan bakar fosil, para ilmuwan memperingatkan bahwa planet ini akan terus menghadapi kehancuran yang semakin cepat. Urgensi krisis iklim memerlukan lebih dari sekedar peringatan; hal ini membutuhkan tindakan segera dan terkoordinasi. Kebuntuan negosiasi yang sedang berlangsung menimbulkan pertanyaan serius mengenai kemampuan dunia untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim secara tepat waktu.
Kegagalan untuk mencapai kesepakatan yang lebih kuat pada COP30 bukan sekadar kemunduran diplomatik – ini merupakan tanda bahwa kerja sama internasional dalam bidang iklim sedang melemah pada saat hal ini sangat dibutuhkan.
